Ini adalah kisah antara sepasang sandal dengan tuannya. Yang kusebut Aku di sini adalah seorang tuan pemilik sepasang sandal. Dan yang kusebut Dia di sini adalah sepasang sandal kepunyaan si tuan. Aku dan Dia saling membutuhkan satu sama lain. Aku membutuhkan Dia sebagai teman untuk meniti panas dinginnya jalanan, sedangkan Dia jauh lebih membutuhkan Aku ketimbang Aku membutuhkan Dia. Apalah arti Dia tanpa seorang Aku. Dia takkan pernah berarti keberadaannya di dunia ini tanpa adanya Aku.

Aku dan Dia selalu bersama, panas, dingin, landai, terjalnya jalanan telah mereka lalui bersama. Tak terhitung lagi berapa banyak tempat yang mereka kunjungi bersama. Puluhan? Ratusan? Sepertinya lebih. Bukan jumlah yang menjadi perhatian keduanya, tetapi kualitas dari setiap perjalanan lah yang menjadi perhatian keduanya.

Sebut saja kenangan. Dari setiap langkah yang terantuk batu, dari setiap langkah yang basah oleh hujan, dari setiap langkah yang berdebu, serta dari langkah-langkah yang lain. Itulah langkah-langkah yang membentuk kenangan.

Aku selalu berharap Dia dapat terus menemaninya. Tapi, itu hanya sebuah harapan. Pada akhirnya selalu ada lelah yang menanti di akhir sebuah perjalanan panjang. Ada tempat peristirahatan yang dirindukan di setiap keberangkatan. Untuk Aku dan untuk Dia.

Aku sadar bahwa masanya berbeda dengan Dia. Masa Aku lebih panjang dari pada Dia. Aku ditakdirkan untuk berganti dengan Dia-Dia yang lain di sepanjang perjalanan. Berbeda dengan Dia yang ditakdirkan hanya untuk seorang Aku, kecuali takdir berkehendak lain.

Cepat atau lambat, masa itu akan segera tiba. Masa ketika Dia tak lagi bisa membersamai Aku. Masa ketika Aku dan Dia berpisah untuk selang masa yang tidak diketahui, baik oleh Aku maupun Dia.

Yang namanya kenangan pasti akan kembali. Cepat atau lambat. Begitupun dengan kenangan Aku tentang Dia. Pada masanya nanti Dia akan kembali mendatangi Aku beserta kenangan yang telah mereka lalui bersama.

Dia dengan runtut dan pelan akan bercerita tentang setiap perjalanan yang mereka lalui bersama. Baik itu jalan yang lurus tak berujung maupun jalan yang berkelok membingungkan. Baik jalan yang ramai oleh hiruk pikuk kehidupan maupun jalan yang sunyi dan sepi. Semua akan Dia ceritakan.

Bisa jadi, Aku akan senang dengan semua kenangan yang Dia ceritakan, hingga Aku tak kuasa lagi untuk membendung senyumnya. Bisa jadi, Aku merasa tak ingin mendengar sedikitpun tentang setiap kenangan yang Dia ceritakan kembali, hingga Aku tak kuasa lagi menahan tangisnya.

Begitulah kisah antara sepasang sandal dan tuannya. Kisah antara Aku yang punya kuasa atas Dia, serta kisah tentang Dia yang setia menemani aku dengan penuh penerimaan.