"Setiap perubahan dimulai dari hal-hal kecil dan dilakukan oleh segelintir orang. Sebuah pilihan apakah kita hanya akan jadi penonton dari setiap perubahan yang ada atau turut menjadi penggerak dalam perubahan itu sendiri"

Mahasiswa masuk ke perguruan tinggi mempunyai tujuan utama yaitu belajar. Beberapa dari mereka mengartikan bahwa belajar di sini berarti mengikuti perkuliahan dengan rajin, kemudian mendapatkan IPK tinggi supaya mudah dalam mencari pekerjaan. Namun ada sebagian kecil dari mereka yang tidak hanya mementingkan diri mereka sendiri kemudian mengartikan kata belajar dalam lingkup yang lebih luas. Mereka beranggapan bahwa belajar bagi mahasiswa di sini bukan hanya sekedar duduk di bangku perkuliahan tapi juga belajar terjun di masyarakat dan juga belajar bermanfaat bagi orang lain. Merekalah yang kemudian disebut aktivis.
Siapapun mempunyai hak untuk memilih jalannya masing-masing, termasuk untuk menjadi seorang aktivis. Mendedikasikan diri untuk menjadi seorang aktivis berarti siap menjadi minoritas, siap melawan arus serta siap menjauh dari zona nyaman. Dari sekian banyak mahasiswa yang ada di kampus tak banyak yang memilih untuk menjadi aktivis. Apalagi dengan tuntutan akademik yang semakin menekan membuat dunia aktivis semakin dijauhi dengan berbagai alasan. Ada yang merasa tidak bisa membagi pikiran mereka dengan kuliah mereka dan ada pula yang beralasan tidak punya waktu untuk hal-hal tersebut.
Menjadi aktivis memang dibutuhkan pengorbanan, baik itu waktu maupun pikiran. Dari sinilah proses belajar yang sesungguhnya dimulai. Dengan menjadi aktivis bukan berarti kita serta merta melupakan kewajiban kita mengikuti perkuliahan. Kita harus pandai-pandai mengatur waktu antara kuliah dan waktu untuk kegiatan di luar kuliah. Diperlukan adanya keseimbangan antara keduanya. Hal kecil seperti ini sudah menjadi asupan yang biasa bagi  kita seorang aktivis. Terkadang kita akan dihadapkan pada pilihan antara mengikuti perkuliahan atau lebih memilih mengikuti sebuah kegiatan di luar kuliah. Dalam kasus ini skala prioritas dari masing-masing aktivis akan sangat menentukan.


Setiap pilihan akan diikuti oleh sebuah konsekuensi dan kita harus siap menanggung setiap konsekuensi dari pilihan yang kita ambil. Jika kita telah memilih aktivis sebagai jalan hidup kita, tentunya kita harus siap menanggung setiap konsekuensi yang ada. Waktu berkumpul dengan keluarga berkurang, waktu istirahat berkurang, bahkan waktu untuk mengerjakan tugas kuliah pun ikut berkurang. Sekian hal tersebut adalah konsekuensi yang harus kita terima dengan lapang dada. Semangat untuk bermanfaat lah yang akan membuat kita tetap kuat menghadapi semua ini. Inilah yang membedakan mahasiswa biasa dengan seorang aktivis. Seorang aktivis selalu mempunyai motivasi lebih dari pada mahasiswa biasa.
Jalan untuk menjadi aktivis bukanlah jalan yang mulus tanpa kubangan. Dalam keberjalanannya akan ada berbagai masalah yang menghadang. Terkadang kita akan dihadapkan dengan orang-orang yang memandang kita sebelah mata. Beberapa dari mereka mungkin akan mengeluarkan kata-kata yang tidak berkenan di hati kita. Untuk itu dibutuhkan sebuah tekad dan juga keikhlasan untuk bisa terus bertahan di dunia aktivis. Tapi tak semua aktivis memilikinya sehingga tak jarang kita temui para aktivis yang berguguran di tengah jalan. Hal lain yang bisa menyebabkan itu terjadi adalah karena mereka sudah tidak mampu lagi memegang idealisme mereka sehingga ikut terlarut dengan kondisi sekitar.
Seperti halnya iman yang kadang naik dan kadang turun, semangat kita menjadi aktivis pun juga seperti itu. Mungkin suatu saat kita akan merasa jenuh dengan berbagai aktivitas yang ada. Hal yang seperti ini tidak boleh kita biarkan terus berlarut-larut. Jika saat-saat seperti ini terjadi maka kita harus mencoba mengingat kembali niatan kita. Sekali lagi, sebuah niatan tulus demi kebermanfaatan umat akan membantu kita melalui saat-saat seperti ini.
Kita dapat belajar banyak dengan menjadi seorang aktivis. Baik itu belajar mengatur waktu maupun belatih berpikir kritis. Dari pikiran-pikiran yang kritis inilah kemudian timbul kegelisahan-kegelisahan karena merasa ada yang salah dengan lingkungan sekitar. Berawal dari kegelisahan ini kemudian timbullah inisiatif untuk memperbaiki keadaan sekitar. Menjadi aktivis juga akan membuka kesempatan kita bertemu dengan aktivis-aktivis lain yang hebat-hebat. Kita dapat belajar banyak dari mereka. Bertemu dengan berbagai orang dan pergi ke berbagai tempat secara tidak langsung akan semakin membuka wawasan kita. Tidak hanya itu, pengalaman yang berharga pun akan kita dapat. Dengan menjadi aktivis, kemampuan softskill kita seperti public speaking dan leadership akan semakin terasah. Jadi, tunggu apalagi? Segera tetapkan hati dan jadilah aktivis.
Setiap perubahan dimulai dari hal-hal kecil dan dilakukan oleh segelintir orang. Sebuah pilihan apakah kita hanya akan jadi penonton dari setiap perubahan yang ada atau turut menjadi penggerak dalam perubahan itu sendiri. Yang jelas jika menginginkan adanya perbaikan maka harus ada yang mengawalinya. Kita lah yang mendedikasikan diri kita untuk menjadi aktivis dan harus mengawalinya semenjak sekarang. Masih banyak yang perlu dibenahi dari bangsa ini. Wahai para aktivis, tetaplah semangat mencari jalan keluar untuk setiap permasalahan karena harapan itu masih tetap ada selama kita tetap percaya dan mau terus berjuang. Teruslah menebar manfaat karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.