Sungguh, bahagia itu sederhana. Sesederhana sungai yang mengalir dari hulu ke hilir. Sesederhana hujan yang turun di musim penghujan. Ya, sesederhana itu. Bagiku, bahagia pun sesederhana itu. Melihat orang lain tersenyum merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagiku, terutama senyum anak-anak. Senyum yang begitu tulus dan miskin akan kepura-puraan. Aku sendiri telah menemukan tempat dimana sumber kebahagian itu berada. Tempat itu bernama Taman Cerdas. Tempat dimana aku bisa menemukan sekumpulan anak dengan senyum tulusnya.
Singkat cerita, aku sering menyempatkan waktu barang sejenak di sela-sela kesibukanku sebagai mahasiswa tingkat akhir untuk berkunjung ke Taman-Taman Cerdas (TC) yang ada di Kota Solo. Enggak sibuk-sibuk banget sih…lebih tepatnya “pengacara”, pengangguran banyak acara. Haha. Namanya juga mahasiswa tingkat akhir. Hm…sebut saja mahasisa.
Dalam kesempatan ini aku ingin berbagi cerita tentang perjalanan “suciku” (suka citaku). Perjalanan ini aku lakukan selama 4 hari berturut-turut. Empat hari 5 Taman Cerdas, berlapis-lapis senyuman, segudang kebahagiaan.

Solo Mengajar
Perjalana Suci
SEMUA BERMULA DI HARI SENIN...
            Senin malam, gerimis romantis mengiringi perjalanan suciku ke Barat untuk mencari kitab suci. Eh, maksudku ke TC Pajang. Kusebut perjalanan ke Barat karena memang tempat ini berada di ujung Barat Kota Solo sedangkan domisiliku di ujung Timur Kota Solo.
            Pajang. Setiap kali mendengar nama tersebut pikiran ini selalu saja melayang jauh ke belakang. Jauh sebelum uang kertas bergambar monyet dan perahu layar digunakan. Jauh sebelum Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Hingga akhirnya sampailah ke masa kejayaan kerajaan-kerajaan nusantara di mana Kerajaan Pajang menjadi salah satu aktornya. Ah, kok jadi malah bicara tentang sejarah.
            Baik, kembali ke tahun 2014 di mana perjalanan suci ini terjadi. Malam itu aku menjadi vols pertama yang tiba di TC Pajang. Pintu perpustakaan yang biasa digunakan sebagai tempat pembelajaran masih terkunci rapat. Meskipun demikian di pendapa sudah banyak anak-anak yang asyik bermain atau sekedar bercanda dengan teman sebayanya. Sambil menunggu vols lain datang, aku sibuk mengamati tingkah polah mereka. Entah mengapa diri ini saat itu rasanya ingin mengamati saja apa yang mereka lakukan dari kejauhan. Melihat mereka berlari-lari, bersendau gurau, dan tentu saja tersenyum riang. Meski sempat ada insiden ada anak yang menangis tapi itu tetap tidak mengurangi keceriaan mereka. Ah, bahagianya.
            Tak terasa  vols lain mulai berdatangan dan pembelajaran segera dimulai. Hujan dan jarak TC Pajang yang cukup jauh turut memberi andil pada sedikitnya vols yang datang malam itu. Alhasil, aku yang berniat menjadi pengamat pun beralih profesi menjadi pengajar. Kini, di depanku sudah ada 4 orang anak kelas 5 SD yang siap kuracuni dengan rumus-rumus matematika. Haha. Tenang, pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan kok.
            Memang benar kata Einstein dengan teori relativitasnya. Segala kebahagiaan yang membuncah jadi satu malam itu telah mereduksi waktu satu jam menjadi seolah hanya satu menit. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam dan kegiatan belajar mengajar harus diakhiri. Segelas teh hangat dan makanan ringan sudah menanti kami di ruang perpustakan. Terima kasih Bu Evi, penjaga perpustakaan TC Pajang yang selalu setia mendampingi kami bahkan menyediakan “logistik” bagi kami. Kami pun berbincang-bincang sejenak sambil menikmati hidangan yang telah disajikan sebelum beranjak pulang. Seperti halnya ketika aku datang, gerimis romantis kembali mengiringi kepulanganku malam itu.