Sinopsis buku Ayah Buya Hamka
"Ayah..." Kumpulan Kisah Buya Hamka
Buya Hamka. Begitulah orang akrab memanggilnya. Lelaki bernama lengkap Haji Abdul Malik Karim Amrullah ini merupakan salah satu putra terbaik yang pernah dimiliki bangsa ini. Ya bisa dibilang beliau termasuk salah satu manusia langka yang pernah dimiliki Indonesia. Belum tentu dalam jangka waktu 100 tahun akan dilahirkan Hamka-Hamka yang lain dari rahim seorang perempuan Indonesia.

Seberapa jauh kita mengenal Buya Hamka? Mungkin tak banyak. Kebanyakan dari kita cuma mengenal luarnya saja dari buku-buku sejarah yang telah usang. Lantas, Bagaimana kalau seorang anak dari Buya Hamka mencoba mengenalkan sosok Buya Hamka kepada kita lewat sebuah buku? Cukup menarik…

Ayah…

Adalah Irfan Hamka nama anak tersebut (kalau sekarang lebih cocok dipanggil kakek). Seorang anak dari Buya Hamka sekaligus penulis buku “Ayah…”. Lewat buku ini kita bisa mengenal lebih dekat sosok Buya Hamka. Entah itu sebagai seorang ulama, politisi, sastrawan, maupun sebagai seorang ayah. Irfan Hamka mampu mendeskripsikan kepada kita sosok Buya Hamka dengan baik. Cukup dengan bahasa yang ringan namun sarat akan makna.

Lewat buku “Ayah…” kita seakan mengenal Buya Hamka secara personal. Kita bisa melihat berbagai peristiwa besar yang pernah dialami oleh Buya Hamka, termasuk yang berkaitan dengan urusan keluarga.

Buku “Ayah…” terdiri dari 10 bagian, yang isinya :

Bagian Satu..
Sebelum bercerita tentang sosok Buya Hamka, penulis mengajak kita untuk sejenak mengenang nasihat dari Buya Hamka yang begitu berkesan bagi penulis. Nasihat yang dianggap masih relevan dengan kondisi saat ini.

Bagian Dua..
Pada bagian ini secara khusus penulis mencoba menghadirkan sosok Buya Hamka di mata anak-anaknya ketika mereka masih kecil. Tak banyak dan tak runtut namun cukup untuk menggambarkan sosok Buya Hamka, ayah yang begitu disayang oleh keluarganya.

Bagian Tiga..
Unik. Mungkin itulah kata yang paling tepat untu menggambarkan bagian ini. Di sini penulis bercerita tentang kisah Buya Hamka berdamai dengan jin penunggu rumah mereka.

Bagian Empat..
Pada bagian ini penulis bercerita tentang pengalamannya beserta ayah dan ibunya ketika menjadi pelaut. Eh, maksud saya ketika naik haji. Biarpun gak salah juga sih, karena waktu itu perjalanan menuju tanah suci masih ditempuh menggunakan kapal laut. Haha.

Bagian Lima..
Perjalanan ke tanah suci bisa jadi kurang lengkap jika tidak berkunjung ke negara arab yang lain, sebut saja Suriah, Lebanon, Irak, dan Kuwait. Pada bagian inilah perjalanan ke negara-negara tersebut diceritakan. Sebuah perjalanan antara hidup dan mati.

Bagian Enam..
Penulis di sini mencoba mengemukakan pendapatnya bahwa Buya Hamka merupakan seorang sufi. Bukan sekedar pendapat kosong namun disertai beberapa alasan.

Bagian Tujuh..
Dibalik seorang lelaki hebat di belakangnya selalu ada sosok perempuan yang hebat pula. Diceritakan di sini sosok perempuan hebat dibalik nama Buya Hamka. Siapa lagi kalau bukan  adalah istri beliau, Siti Raham.

Bagian Delapan..
Siapa sih yang tidak suka dengan kucing? Saya kira hampir semuanya suka. Nah, ternyata Buya Hamka juga memiliki seekor kucing kesayangan bernama si kuning. Kucing yang setia.

Bagian Sembilan..
Pada bagian ini penulis bercertia tentang lika liku kehidupan ayahnya mulai dari kecil hingga menjadi Buya Hamka yang kita kenal saat ini dengan sejumlah karyanya. Sebut saja tafsir Al-Azhar, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, dan masih banyak lagi. Bagian ini semakin menarik karena ditambahkan pula tentang kisah hubungan Buya Hamka dengan tokoh nasional yang lain.

Bagian Sepuluh..
Akhir dari isi buku ini sekaligus akhir dari segala cerita. Bagian ini mengisahkan detik-detik sebelum Buya Hamka meninggal dunia.

Belajar sejarah mengajak kita untuk menengok jauh ke belakang. Mengenang kembali peristiwa-peristiwa yang telah lampau. Bukan berarti kita “gagal move on”, namun lewat sejarahlah kita merangkai masa depan yang lebih baik. Meminjam kalimatnya Bung Karno, “Jangan sekali-sekali melupakan sejarah!”.


#Acil dan masa lalu