Jakarta, Agustus
2015
Sore itu conversation
class terasa lebih hidup dari pada biasanya. Tami yang memang paling fasih
bahasa Inggrisnya terlihat antusias dengan topik pembicaraan yang diangkat oleh
Mike.
Mike : “I
don’t believe it. Aku tidak percaya jika Amerika tidak tahu tentang rencana
penyerangan Pearl Harbour. Dengan teknologi kami miliki saat itu Amerika pasti
tahu jika Jepang hendak menyerang. Semua itu disengaja. Sama halnya dengan
peristiwa 11 September.”
Tami : “O
iya? Apa yang membuatmu yakin Mike?”
Mike : “You
know? Aku lahir dan besar di Amerika. Aku telah berkali-kali mendiskusikan hal
ini dengan teman-temanku di sana. Dan menurutku banyak sekali fakta sejarah
tentang Amerika yang tidak kalian ketahui. Hm..Pada akhirnya siapa yang
berkuasa dia yang menulis sejarah. Right?”
Tami : “Absolutely
right. Hal seperti itu juga terjadi di Indonesia. Banyak sekali fakta sejarah
yang ditutupi demi kebaikan pemerintah yang berkuasa.”
Mike : “Well,
itu terjadi di belahan dunia manapun.”
Tami : “By
the way Mike, turut sertanya Amerika dalam perang dunia 2 aku kira patut
disyukuri.”
Mike : “Mengapa
kamu bisa bicara seperti itu? Banyak warga Amerika yang mati konyol karena hal
itu.”
Tami : “Terlepas
dari siapapun yang menang pada perang dunia 2. Bukankah dengan turut sertanya
Amerika dalam perang dunia 2 membawa angin segar bahwa perang yang telah
terjadi selama beberapa terakhir itu akan segera berakhir? Perbedaan kekuatan
menjadi semakin keliatan Mike. Sekutu di atas angin.”
*bersambung*
Solo, Agustus
2015
Tak ada hari-hari yang lebih melelahkan bagi Adi
selama hidupnya selain hari-hari yang saat ini ia jalani. Pagi-pagi berangkat
ke laboratorium, dilanjutkan dengan konsultasi dengan dosen, dan kemudian masih
harus mengurusi organisasi yang memang telah menjadi dunianya selama ini. Sore
itu seperti hari-hari sebelumnya dia pulang ke kosan sebentar untuk kemudian
berngkat menghadiri acara organisasi yang ia ikuti.
Deni : “Di,
tumben jam segini kamu udah pulang. Biasanya aja malam baru pulang. Numpang tidur
doang di kosan.”
Andi : “Habis
ini pergi lagi kok. Tenang, aku gak akan mengganggumu dengan segala khalayanmu.”
Deni : “Sial.
Ini semua tentang seni Di. Tuntutan profesi.”
Andi : “Iya,
silahkan dilanjutkan saja senimu itu. Cuma inget jangan disalahgunakan ya?”
Deni : “Disalahgunakan
gimana Di?”
Andi : “Kamu
kira aku ga tau tentang hubungan kamu dengan Ratna? Tentang tumpukan kertas di
tong sampah yang berisi puisi untuknya? Tentang diorama-diorama yang kamu buat
untuknya? Sudahlah Den, nikahi saja si Ratna. Jangan cuma kamu kasih
janji-janji manis. Kasih dia janji suci. Itu yang bener Den.”
Deni : (mukanya
mulai memerah) “Eh, kamu tau dari mana? Kamu kira nikah gampang apa?
Andi : “Ada
deh. (Sambil berlari kecil keluar dan mulai menaiki sepeda motro) Gampang kok,
tinggal kamu mau berusaha apa enggak? Udah ya, aku berangkat dulu.
Assalamualaikum.”
Deni : “Eee...malah
kabur. Waalaikumsalam.”
Desa Mekarsari,
Agustus 2015
Kayuhan yang keseribu sekian telah mengantarkan Pak
Karyo dengan sepeda onthelnya sampai ke rumah sebelum petang menjelang.
Istrinya telah menyambutnya dengan segelas kopi panas dan sepiring pisang
goreng yang sangat disukainya.
Bu Karyo :
“Ini pak kopi dan pisang goreng kesukaan bapak. Mumpung masih panas, silahkan
dimakan pak. Biar capeknya segera ilang.”
Pak Karyo :
“Suwun ya bu. Ibu ini emang istri bapak yang paling pengertian.”
Bu Karyo :
“Ah, bapak ini bisa aja. Lha wong istri bapak cuma ibu seorang, ya jelas lah
ibu yang paling pengertian.”
Pak Karyo :
“Haha, bener kan apa yang bapak bilang.”
Bu Karyo :
“Bapak ini mah sukanya nggombalin ibu. Ngomong-ngomong pak, sawah kita gimana?”
Pak Karyo :
“Kan gara-gara bapak gombalin juga ibu jadi mau sama bapak. Haha. Alhamdulillah
bu, insyaAllah tahun ini hasilnya akan lebih baik dari tahun sebelumnya. Ndonga
wae bu marang Gusti sing menehi urip.”
Bu Karyo :
“Iyo pak. Ra pernah awak iki lali ndonga marang Gusti. Opo wae hasile mengko
ibu bakal trimo pak. Berarti emang segitu jatah rejeki buat kita. lak yo ngono
to pak?”
Pak Karyo : “Bener bu. Ah ibu ini, bener-bener istri
bapak yang paliiiinnng pinter. Bapak jadi makin sayang sama ibu.”
Bu Karyo :
“Ih, bapak (sambil nyubit). Bentar ya pak, ibu ke dapur dulu. Nasinya kayaknya
sudah matang tuh.”
Jakarta, Agustus
2015
Mike : “Aku
tidak sepenuhnya setuju dengan apa yang kamu katakan. Yang jelas tanpa Jepang
menyerang Pearl Harbour pun Amerika tetap akan terlibat dalam Perang Dunia 2.
Penyerangan Pearl Harbour hanya alasan penguat saja.”
Tami : “Kamu
sepertinya terlalu banyak mempelajari teori konspirasi Mike. Baiklah Mike, aku
akan bercerita sedikit tentang negriku kala Perang Dunia 2 berkecamuk di
Pasifik.”
Mike : “Silahkan.
Aku akan sangat senang mendengarnya.”
Tami : “Kamu
tahu Mike? Pasca peristiwa Pearl Harbour dan Amerika kemudian secara terbuka
turut serta dalam Perang Dunia 2, Jepang mulai menderita kekalahan di Pasifik
dan puncaknya adalah ketika Amerika dengan kejinya menjatuhkan bom nuklir ke
Hiroshima dan Nagasaki. Tidak ada pilihan lain bagi Jepang selain menyerah
tanpa syarat pada sekutu.”
Mike : “Yeah,
aku tahu itu. Sekolah kami mengajarkan hal itu semua”
Tami : “Apakah
kamu tahu Mike? Jepang waktu itu sedang menjajah bangsaku. Kekalahan Jepang
merupakan angin segar bagi kami yang saat itu tengah memperjuangkan kemerdekaan
kami. Kemerdekaan yang telah dirampas bangsa lain dari kami selama lebih dari 3
abad Mike. 3 abad!”
Mike : “Oh
my god. Itu waktu yang sangat lama. Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
Tami : “Banyak
hal telah terjadi di masa lalu Mike. Yang jelas, selang beberapa hari setelah
Jepang menyerah tanpa syarat pada sekutu, kami bangsa Indonesia akhirnya
mendapatkan kemerdekaan kami.”
Mike : “Cerita
yang sangat menarik Tam. Aku sangat ingin mendengar kelanjutannya, tapi sayang
sekali aku sudah janji setelah ini. Jadi mari kita lanjutkan pembicaraan ini di
lain kesempatan.”
Tami : “Baiklah
Mike, kapanpun kamu mau, aku dengan senang hati akan menceritkannya padamu.”
0 comments:
Post a Comment